Tampilan situs pencari Google, Senin 8 November 2021 dihiasi oleh ilustrasi doodle wajah sesosok perempuan yang mengenakan kerudung khas Sumatera Barat. Perempuan yang dipilih sebagai Google Doodle itu adalah putri kelahiran Kabupaten Agam. Beliau adalah Siti Rohana atau yang akrab disapai Rohana Kudus.
Tepat dua tahun yang lalu, pada tanggal yang sama, Rohana Kudus diumumkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional asal Kabupaten Agam oleh Presiden Joko Widodo. Penetapan perempuan pejuang kelahiran Nagari Koto Gadang, Kecamatan IV Koto, 137 tahun silam itu tertuang dalam Surat Menteri Sosial RI nomor: 23/MS/A/09/2019.
Laporan AMC, Depitriadi
Selain dikenal sebagai pejuang emansipasi, pendiri Kerajinan Amai Setia ini juga merupakan pioner jurnalis perempuan pertama dalam sejarah pers Indonesia. Bagaimana kiprahnya?
Masa Kecil Rohana Kudus
Rohana Kudus merupakan anak pasangan Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam. Lahir pada 20 Desember 1884 di Koto Gadang. Rohana Kudus merupakan kakak tiri dari Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia pertama. Ia juga Mak Tuo dari penyair kondang Chairil Anwar serta sepupu KH Agus Salim.
Rohana Kudus tumbuh dalam keluarga moderen yang gemar membaca. Sejak belia ia memiliki banyak kesempatan untuk mengakses bahan bacaan milik ayahnya, baik buku, majalah maupun surat kabar.
Profesi ayahnya sebagai jurnalis menjadi cikal bakal keahlian rohana kudus dalam dunia baca tulis meski ia tidak pernah mengenyam sekolah formal. Bahkan di usianya yang baru lima tahun, Rohana Kudus sudah sangat akrab dengan abjad latin, Arab dan Arab Melayu.
Profesi sang ayah sebagai juru tulis membuat Rohana kecil harus hijrah ke Alahan Panjang. Saa itu ia baru berusia sekira enam tahun. Konon, di sana ia bertetangga dengan Lebi Jaro Nan Sutan yang merupakan seorang jaksa. Lantaran Lebi Jaro Nan Sutan dan Adiesa tidak mempunyai keturunan, ia menganggap Rohana kecil sebagai anak mereka sendiri. Rohana kerap bermain ke kediaman jaksa itu. Di sana, Rohana tidak semata bermain, tapi ia juga diajari membaca, menulis dan berhitung.
Adiesa memang sangat berjasa terhadap pendidikan informal Rohana semasa itu.
Di usia delapan tahun, Rohana sudah bisa menulis dalam berbagai bahasa seperti latin, Arab, Arab Melayu bahkan sudah sangat fasih berbahasa Belanda. Sang ayah rupanya tidak pula tutup mata dengan pendidikan sang anak. Ia sengaja berlangganan buku dongeng Berita Ketjil terbitan Medan dan buku- buku cerita berbahasa asing.
Tidak hanya mengajari baca tulis, istri jaksa itu juga mengajari Rohana materi-materi keputrian seperti menyulam, menjahit, menenun, merajut dan memasak. Dari pejabat Belanda itu pula ia banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai hal tentang politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa, yang memang sangat digemari olehnya.
Sekolah Kerajinan Amai Setia
Kerajinan Amai Setia di Nagari Koto Gadang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, merupakan organisasi pertama di Minangkabau. Amai Setia didirikan atas kesadaran jiwa kaum perempuan, untuk berjuang dalam mencapai kemajuan. Amai Setia didirikan Rohana Kudus pada 11 Februari 1911 atau persis 110 tahun yang lalu.
Kerajinan Amai Setia didirikan Rohana Kudus sebagai tempat pendidikan bagai perempuan Koto Gadang di masa itu. Amai Setia bertekad mengangkat derajat perempuan Melayu di Minangkabau dengan mengajari perempuan melalui beberapa hal dasar seperti menulis membaca, berhitung, urusan rumah tangga, agama, akhlak, kerajinan tangan, menjahit, gunting-menggunting dan sulam-menyulam.
Dalam perjalanannya, Amai Setia mendapat pengakuan Rechtspersoon atau badan hukum, dengan surat putusan Nomor 31 tanggal 16 Januari 1915. Organisasi ini terus berkembang menjadi institusi pendidikan dan lembaga keterampilan bagi kaum perempuan.
Selain sebagai lembaga keterampilan perempuan, Amai Setia juga menjadi usaha dagang hasil produksi bagi kaum perempuan kala itu. Hasil-hasil keterampilan perempuan dipasarkan untuk kesejahteraan para perempuan. Amai Setia terus berkembang menjadi basis dan pusat kerajinan rumah tangga di Koto Gadang, kecamatan IV Koto.
Surat Kabar Soenting Melajoe
Medium perjuangan gender Rohana Kudus selanjutnya yaitu melalui pers. Melalui tulisan di koran. Rohana memilih menulis di surat kabar sebagai wadah perjuangannya karena ketika itu kaum perempuan dari Minang belum ada yang memegang keterampilan tersebut. Rohana Kudus berpikiran bahwa surat kabar jangkauannya luas sehingga membuat banyak orang akan membacanya.
Surat kabar itu bernama Sunting Melayu, terbit pada tanggal 10 Juli 1912. Lahirnya surat kabar itu diharapkan semakin banyak perempuan Minang yang ikut andil dalam memajukan kaum perempuan serta berjuang demi kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.
Oleh sebab itu, Surat Kabar Sunting Melayu menyoroti segala hal mengenai perempuan. Sunting Melayu berisi syair, tajuk rencana, dan karangan yang menggambarkan keistimewaan perempuan. Saat itu Sunting Melayu yang dibesutnya mampu memberikan pengaruh positif bagi perempuan Minang untuk mau belajar di Sekolah Kerajinan Amai Setia.
Kiprah Rohana Kudus di dunia pers tidak dapat dipandang sebelah mata. Selain aktif di surat kabar Sunting Melayu dan Saudara Hindia, beliau juga bekerjasama dengan Satiman Parada Harahap untuk memimpin redaksi Perempuan Bergerak.
Lalu sekembalinya ke Minangkabau pada 1924, Rohana diangkat menjadi redaktur di surat Kabar Radio, harian yang diterbitkan Cinta Melayu di Padang.
Pahlawan Nasional Asal Kabupaten Agam
Sejarawan Universitas Andalas (Unand) Padang Prof Gusti Asnan mengatakan, Rohana Kudus salah satu pelopor Pers Indonesia layak menjadi pahlawan nasional dari Kabupaten Agam.
Sebab perjuangan Rohana tidak hanya untuk perempuan Minang namun juga untuk semua perempuan Indonesia.
Atas semua kiprah dan perjuangan beliau di bidang pendidikan maupun pers, Rohana Kudus menjadi wartawan perempuan pertama Indonesia, yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo.
Penganugerahan gelar pahlawan nasional untuk Rohana Kudus dilaksanakan pada, Jumat (8/11/2019) lalu, di Istana Negara, Jakarta.
0 Komentar